Minggu, 21 Desember 2014

Danau Toba

Pertengahan 2006, saya berkesempatan mengikuti acara Workshop yang diadakan oleh kantor di Danau Toba. Awalnya hanya staff level supervisor dan manajer yang ikut, tapi berhubung saya walaupun ber label officer tapi pekerjaan Supervisor, maka saya di ajak juga (hehe... sombong dikit jangan iri yang teman2). 

Siapa yang tidak kenal Danau Toba yang merupakan Ikon Wisata Indonesia ini. Kebanyakan expat yang suka dengan vulkanik tahu tentang sejarah Danu Toba. Saya sendiri sudah pernah melihat Danau Toba sebelumnya, tapi hanya sebatas pinggiran saja, ketika kadang-kadang saya pulang kampung dari Medan ke Padang melewati kota Parapat. Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer yang terletak diProvinsi Sumatera Utara, Indonesia. Danau ini merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir.

Rombongan kami sampai di parapat pada sore hari dari Banda Aceh - Medan. Cuaca cukup cerah, sehingga kami bisa melihat keindahan danau Toba sesaat turun dari bus. Di dermaga, berjejer kapal yang akan menyeberangkan kami ke Pulau Samosir. Kapal-kapal tersebut terbuat dari kayu, berwarna-warni dan bertingkat, bergaya kapal pesiar versi tradisional. Bagi saya kapal-kapal tersebut cukup menarik karena saya jarang melihat dan naik kapal seperti ini. Cara lain kita menyeberang ke pulai Samosir yaitu dengan kapal fery penyeberangan.




Dari atas kapal, kita bisa menikmati pemandangan danau toba yang begitu indah. Danau terbesar di Indonesia ini memberikan suasana alam yang begitu cantik. Angin yang dingin dan segar menerpa wajah dan tubuh yang langsung menghilangkan kepenatan badan dan pikiran. Tebing-tebing yang terjal menambah keindahan ciptaan Tuhan ini.

Kapal yang membawa kami langsung menuju hotel tempat kami akan melangsungkan kegiatan workshop selama 3 hari. Segera setalah cek in, langsung saja ke tepi danau untuk bersantai menikmati Danau Toba. Suasana yang tenang dan alami, ditambah dengan hembusan angin yang dingin sangat menyejukkan, hmmm begitu indahnya...





Keesokan harinya, saatnya kami mengekplorasi Danau Toba dan melihat wisata sejarah dan budaya . Dari hotel, kami kembali naik kapal menujut Tuktuk. Di perjalanan kita bisa melihat hotel-hotel di sepanjang pinggir pantai Danau.


Tempat pertama yang kami kunjungi adalah perkampungan Huta Siallagan. Perkampungan ini dibangun pada masa raja huta pertama yaitu Raja Laga Siallagan. Kemudian diwariskan kepada Raja Hendrik Siallagan dan seterusnya hingga keturunan Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan. Saat Anda memasuki Huta Siallagan maka nampak tidak banyak berbeda dengan umumnya kampung lain di Tanah Batak, yaitu terdiri atas deretan ruma bolon dansopo.


Yang menarik di sini adalah deretan batu-batu berbentuk kursi tersusun melingkari meja batu. Susunan batu ini disebut Batu Parsidangan dan berfungsi sebagai tempat rapat. Rangkaian batu kursinya meliputi kursi untuk raja dan permaisuri, kursi para tetua adat, kursi raja untuk huta tetangga dan undangan, serta kursi untuk datu (pemilik ilmu kebathinan). 

Menurut cerita, Batu Parsidangan berfungsi untuk mengadili penjahat atau pelanggar hukum adat (kasus pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, dan lainnya) dan juga untuk musuh politik dari sang raja. Raja Siallagan akan menggunakan kalender Batak untuk mencari hari baik menggelar sidang bersama para tetua adat. Selanjutnya para tetua adat akan memberikan usul jenis hukuman yang akan diberikan sesuai derajat kesalahan terdakwa. Kemudian Raja Siallagan  akan menetapkan apakah berupa hukuman denda, hukuman pasung, atau hukuman pancung. 

Apabila bersalah dan Raja Sialligan menetapkan hukuman pancung, maka terdakwa di dieksekusi di rangkaian batu sidang kedua. Tubuhnya akan dibedah kemudian dipancung. Tubuh terdakwa akan disayat hingga darah keluar bila perlu ditetesi tetesan jeruk nipis sebelum dipenggal apabila si terdakwa memiliki ilmu kebal. Ada cerita bahwa potongan tubuh terdakwa itu akan dibagikan untuk dimakan beramai-ramai dan bila Raja Siallagan sangat membenci terdakwa maka Raja akan memakan jantungnya. Bagian kepala terdakwa akan dibungkus dan dikubur di tempat yang jauh dari Huta Siallagan. Darahnya akan ditampung dengan cawan untuk dijadikan minuman pencuci mulut serta potongan tubuh dan tulangnya dibuang ke Danau Toba. Sang Raja biasanya akan memerintahkan agar masyarakat tidak menyentuh air danau selama satu hingga dua minggu karena air danau dianggap masih berisi roh jahat.


Selanjutnya kami menuju Tomok, dimana terdapat Makam Raja Sidabutar. Menurut catatan sejarah, Raja Sidabutar adalah orang pertama yang bermukim di Tomok dari Gunung Pusuk Buhit, yang dikenal oleh masyarakat sebagai daerah asalnya nenek moyang etnis Batak. Raja Sidabutar mulai membangun pemukiman di daerah ini sekitar ratusan tahun yang lalu. Ketika kita akan memasuki objek wisata sejarah ini, kita diharuskan mengenakan ulos sebagai tanda kesopanan dan wisatawan harus menghormati dan menghargai leluhur etnis Batak. Cara memakainya adalah dengan menyelempangkannya di bahu. ulos tersebut harus dikembalikan setelah selesai berkunjung ke objek wisata sejarah yang terdapat di kawasan ini.

Makam Raja Sidabutar berbentuk unik dengan petinya yang terbuat dari batu pahatan berupa sarkofagus. Batu tersebut terlihat menyambung antara satu sama lain. Di sebelah makam Raja Sidabutar juga terdapat makam dari beberapa orang keluarga Raja Sidabutar, seperti Raja Tomok kedua yang bentuk petinya hampir menyerupai peti batu Raja Sidabutar, hanya saja ornamennya sedikit berbeda. Dan kemudian terdapat makam Raja Tomok ketiga yang bernama Solompoan Sidabutar, yang letaknya persis di sebelah makam Raja Sidabutar.

Di bagian depan peti batu terdapat pahatan wajah Raja Sidabutar, pahatan tersebut tampak menyambung dengan peti batu. Dan kononnya lagi, besarnya pahatan tersebut sama persis dengan besar wajah asli dengan Raja Sidabutar. Bisa anda bayangkan betapa besarnya Raja Sidabutar dahulu dibandingkan dengan Bos kerja saya ini? :)


Setelah selesai wisata sejarah, saatnya melihat souvenir yang berjejer di kawasan desa Tomok ini. Kita juga bisa melihat langsung proses pembuatan souvenir tersebut. Anda bisa membawanya sebagai oleh-oleh mulai dari T-Shirt, Ulos, berbagai jenis pahatan, asesoris, dll. Jangan lupa, anda harus menawar harganya, jikalau tidak, anda akan membelinya dengan harga tinggi. Untuk para expatriat jangan khawatir, rata-rata pedagang dan masyarakat samosir bisa berbahasa inggris dengan grammar Indonesia. (contoh: Tidak apa-apa = no what what). 




Malam terakhir, kami dihibur oleh pentas kesenian tradisional Batak, Saatnya berjogeet...

Perjalanan ke Danau Toba memang mengasyikkan, dan saya pribadi ingin mengunjunginya lagi. Sungguh disayangkan apabila kita sebagai orang Indonesia lebih memilih berwisata keluar negeri dari pada ke Danau Toba. Para expatriat sendiri banyak yang ingin mengunjunginya. So, rencanakanlah liburan Anda ke danau terbesar dan menjadi ikon wisata di Indonesia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar